Bara Konflik Bupati vs Wabup Sidoarjo: Mutasi ASN Jadi Titik Didih
Sidoarjo – Suasana politik di Kabupaten Sidoarjo kembali memanas. Perseteruan antara Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana semakin terbuka ke publik setelah muncul polemik mutasi puluhan aparatur sipil negara (ASN).
Kronologi Konflik
Awal kisruh bermula ketika Subandi menetapkan mutasi terhadap sekitar 60 pejabat ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Keputusan tersebut langsung menimbulkan tanda tanya karena Wakil Bupati Mimik mengaku sama sekali tidak dilibatkan dalam proses penentuan nama-nama pejabat yang digeser.
“Sebagai wakil kepala daerah, saya seharusnya memiliki ruang untuk memberikan pertimbangan. Namun kenyataannya, saya justru mengetahui mutasi ini lewat pemberitaan media. Ini jelas tidak wajar,” tegas Mimik. Ia menambahkan, langkah sepihak tersebut berpotensi melanggar aturan dan akan segera dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti.
Pembelaan Bupati
Bupati Subandi tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa seluruh proses rotasi jabatan sudah mengikuti prosedur administrasi yang berlaku. Menurutnya, mutasi adalah hal yang lumrah dalam birokrasi untuk memastikan adanya penyegaran kinerja dan peningkatan produktivitas ASN.
“Penyegaran organisasi itu mutlak perlu. Tidak ada niat melanggar aturan, semua proses kami jalankan sesuai regulasi,” kata Subandi.
Reaksi Publik dan Pengamat
Konflik di lingkaran pimpinan daerah ini sontak memantik respons masyarakat. Banyak warga menilai perseteruan tersebut menunjukkan lemahnya komunikasi politik di jajaran pemerintahan. Generasi muda, khususnya kelompok Gen Z, bahkan menyoroti bahwa masalah klasik seperti banjir, kemacetan, dan tata ruang jauh lebih mendesak dibanding drama politik elit.
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menilai perpecahan semacam ini tidak elok dipertontonkan ke masyarakat. “Publik butuh stabilitas, bukan konflik. Ketika kepala daerah dan wakilnya sibuk berselisih, yang paling dirugikan adalah rakyat karena fokus pembangunan bisa terpecah,” jelasnya.
Respons Legislatif
Di DPRD Sidoarjo, beberapa anggota dewan turut mengamati dinamika tersebut. Mereka mendesak agar kedua pemimpin segera menurunkan tensi konflik dan membuka ruang dialog. “Kalau dibiarkan berlarut-larut, pelayanan publik akan terganggu. DPRD tentu tidak bisa tinggal diam,” ujar salah satu anggota DPRD dari fraksi Golkar.
Rekam Jejak Buram Politik Sidoarjo
Perseteruan Subandi–Mimik juga memunculkan ingatan publik terhadap sejarah politik Sidoarjo yang kerap dirundung masalah. Sebelumnya, Bupati Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sempat ditahan KPK terkait dugaan korupsi insentif ASN. Bahkan jauh sebelumnya, Bupati Win Hendarso juga terjerat kasus korupsi miliaran rupiah. Rekam jejak tersebut membuat masyarakat khawatir jika konflik terbaru ini akan semakin mencoreng wajah pemerintahan Sidoarjo.
Harapan ke Depan
Sejumlah tokoh masyarakat menyerukan agar keduanya segera mengedepankan kepentingan rakyat di atas ego politik. Mereka berharap Bupati dan Wakil Bupati bisa duduk bersama, mencari titik temu, dan kembali fokus mengatasi persoalan krusial daerah.
“Rakyat tidak butuh drama, yang mereka butuhkan adalah solusi nyata untuk masalah sehari-hari. Dari banjir, sampah, hingga akses pendidikan. Itu seharusnya prioritas utama,” ujar salah seorang tokoh pemuda Sidoarjo.
Bara Konflik Bupati vs Wabup Sidoarjo: Mutasi ASN Jadi Titik Didih
Sidoarjo – Suasana politik di Kabupaten Sidoarjo kembali memanas. Perseteruan antara Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana semakin terbuka ke publik setelah muncul polemik mutasi puluhan aparatur sipil negara (ASN).
Kronologi Konflik
Awal kisruh bermula ketika Subandi menetapkan mutasi terhadap sekitar 60 pejabat ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Keputusan tersebut langsung menimbulkan tanda tanya karena Wakil Bupati Mimik mengaku sama sekali tidak dilibatkan dalam proses penentuan nama-nama pejabat yang digeser.
“Sebagai wakil kepala daerah, saya seharusnya memiliki ruang untuk memberikan pertimbangan. Namun kenyataannya, saya justru mengetahui mutasi ini lewat pemberitaan media. Ini jelas tidak wajar,” tegas Mimik. Ia menambahkan, langkah sepihak tersebut berpotensi melanggar aturan dan akan segera dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti.
Pembelaan Bupati
Bupati Subandi tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa seluruh proses rotasi jabatan sudah mengikuti prosedur administrasi yang berlaku. Menurutnya, mutasi adalah hal yang lumrah dalam birokrasi untuk memastikan adanya penyegaran kinerja dan peningkatan produktivitas ASN.
“Penyegaran organisasi itu mutlak perlu. Tidak ada niat melanggar aturan, semua proses kami jalankan sesuai regulasi,” kata Subandi.
Reaksi Publik dan Pengamat
Konflik di lingkaran pimpinan daerah ini sontak memantik respons masyarakat. Banyak warga menilai perseteruan tersebut menunjukkan lemahnya komunikasi politik di jajaran pemerintahan. Generasi muda, khususnya kelompok Gen Z, bahkan menyoroti bahwa masalah klasik seperti banjir, kemacetan, dan tata ruang jauh lebih mendesak dibanding drama politik elit.
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menilai perpecahan semacam ini tidak elok dipertontonkan ke masyarakat. “Publik butuh stabilitas, bukan konflik. Ketika kepala daerah dan wakilnya sibuk berselisih, yang paling dirugikan adalah rakyat karena fokus pembangunan bisa terpecah,” jelasnya.
Respons Legislatif
Di DPRD Sidoarjo, beberapa anggota dewan turut mengamati dinamika tersebut. Mereka mendesak agar kedua pemimpin segera menurunkan tensi konflik dan membuka ruang dialog. “Kalau dibiarkan berlarut-larut, pelayanan publik akan terganggu. DPRD tentu tidak bisa tinggal diam,” ujar salah satu anggota DPRD dari fraksi Golkar.
Rekam Jejak Buram Politik Sidoarjo
Perseteruan Subandi–Mimik juga memunculkan ingatan publik terhadap sejarah politik Sidoarjo yang kerap dirundung masalah. Sebelumnya, Bupati Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sempat ditahan KPK terkait dugaan korupsi insentif ASN. Bahkan jauh sebelumnya, Bupati Win Hendarso juga terjerat kasus korupsi miliaran rupiah. Rekam jejak tersebut membuat masyarakat khawatir jika konflik terbaru ini akan semakin mencoreng wajah pemerintahan Sidoarjo.
Harapan ke Depan
Sejumlah tokoh masyarakat menyerukan agar keduanya segera mengedepankan kepentingan rakyat di atas ego politik. Mereka berharap Bupati dan Wakil Bupati bisa duduk bersama, mencari titik temu, dan kembali fokus mengatasi persoalan krusial daerah.
“Rakyat tidak butuh drama, yang mereka butuhkan adalah solusi nyata untuk masalah sehari-hari. Dari banjir, sampah, hingga akses pendidikan. Itu seharusnya prioritas utama,” ujar salah seorang tokoh pemuda Sidoarjo.
Bara Konflik Bupati vs Wabup Sidoarjo: Mutasi ASN Jadi Titik Didih
Sidoarjo – Suasana politik di Kabupaten Sidoarjo kembali memanas. Perseteruan antara Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana semakin terbuka ke publik setelah muncul polemik mutasi puluhan aparatur sipil negara (ASN).
Kronologi Konflik
Awal kisruh bermula ketika Subandi menetapkan mutasi terhadap sekitar 60 pejabat ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Keputusan tersebut langsung menimbulkan tanda tanya karena Wakil Bupati Mimik mengaku sama sekali tidak dilibatkan dalam proses penentuan nama-nama pejabat yang digeser.
“Sebagai wakil kepala daerah, saya seharusnya memiliki ruang untuk memberikan pertimbangan. Namun kenyataannya, saya justru mengetahui mutasi ini lewat pemberitaan media. Ini jelas tidak wajar,” tegas Mimik. Ia menambahkan, langkah sepihak tersebut berpotensi melanggar aturan dan akan segera dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk ditindaklanjuti.
Pembelaan Bupati
Bupati Subandi tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa seluruh proses rotasi jabatan sudah mengikuti prosedur administrasi yang berlaku. Menurutnya, mutasi adalah hal yang lumrah dalam birokrasi untuk memastikan adanya penyegaran kinerja dan peningkatan produktivitas ASN.
“Penyegaran organisasi itu mutlak perlu. Tidak ada niat melanggar aturan, semua proses kami jalankan sesuai regulasi,” kata Subandi.
Reaksi Publik dan Pengamat
Konflik di lingkaran pimpinan daerah ini sontak memantik respons masyarakat. Banyak warga menilai perseteruan tersebut menunjukkan lemahnya komunikasi politik di jajaran pemerintahan. Generasi muda, khususnya kelompok Gen Z, bahkan menyoroti bahwa masalah klasik seperti banjir, kemacetan, dan tata ruang jauh lebih mendesak dibanding drama politik elit.
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam, menilai perpecahan semacam ini tidak elok dipertontonkan ke masyarakat. “Publik butuh stabilitas, bukan konflik. Ketika kepala daerah dan wakilnya sibuk berselisih, yang paling dirugikan adalah rakyat karena fokus pembangunan bisa terpecah,” jelasnya.
Respons Legislatif
Di DPRD Sidoarjo, beberapa anggota dewan turut mengamati dinamika tersebut. Mereka mendesak agar kedua pemimpin segera menurunkan tensi konflik dan membuka ruang dialog. “Kalau dibiarkan berlarut-larut, pelayanan publik akan terganggu. DPRD tentu tidak bisa tinggal diam,” ujar salah satu anggota DPRD dari fraksi Golkar.
Rekam Jejak Buram Politik Sidoarjo
Perseteruan Subandi–Mimik juga memunculkan ingatan publik terhadap sejarah politik Sidoarjo yang kerap dirundung masalah. Sebelumnya, Bupati Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sempat ditahan KPK terkait dugaan korupsi insentif ASN. Bahkan jauh sebelumnya, Bupati Win Hendarso juga terjerat kasus korupsi miliaran rupiah. Rekam jejak tersebut membuat masyarakat khawatir jika konflik terbaru ini akan semakin mencoreng wajah pemerintahan Sidoarjo.
Harapan ke Depan
Sejumlah tokoh masyarakat menyerukan agar keduanya segera mengedepankan kepentingan rakyat di atas ego politik. Mereka berharap Bupati dan Wakil Bupati bisa duduk bersama, mencari titik temu, dan kembali fokus mengatasi persoalan krusial daerah.
“Rakyat tidak butuh drama, yang mereka butuhkan adalah solusi nyata untuk masalah sehari-hari. Dari banjir, sampah, hingga akses pendidikan. Itu seharusnya prioritas utama,” ujar salah seorang tokoh pemuda Sidoarjo.
Wartawan : Dewi















