Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaEkonomiNasionalUncategorizedWilayah

Menkeu Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tembus 6% Usai Suntikan Likuiditas Rp 200 Triliun

13
×

Menkeu Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tembus 6% Usai Suntikan Likuiditas Rp 200 Triliun

Sebarkan artikel ini

Menkeu Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tembus 6% Usai Suntikan Likuiditas Rp 200 Triliun

Jakarta — Pemerintah kembali menunjukkan sikap optimistis terhadap kinerja ekonomi nasional di penghujung tahun 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6 persen, setelah menyalurkan suntikan likuiditas sebesar Rp 200 triliun ke sistem perbankan nasional.

Langkah tersebut, menurutnya, merupakan bagian dari strategi memperkuat momentum pemulihan ekonomi yang mulai terlihat sejak pertengahan tahun. “Kami melihat dorongan dari sektor konsumsi, investasi, dan ekspor mulai membaik. Dengan dukungan likuiditas yang tepat sasaran, kami yakin ekonomi bisa tumbuh di kisaran 5,8 hingga 6 persen pada akhir tahun,” ujar Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (12/10/2025).

Mendorong Sirkulasi Dana ke Sektor Riil

Dana likuiditas sebesar Rp 200 triliun itu, menurut penjelasan Kementerian Keuangan, disalurkan melalui sejumlah bank besar dan lembaga keuangan nasional. Tujuannya adalah memperkuat pembiayaan sektor produktif, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), industri manufaktur, serta proyek-proyek infrastruktur padat karya.

Pemerintah menekankan bahwa dana tersebut bukan bantuan langsung, melainkan penempatan dana sementara di bank dengan bunga ringan agar dapat segera disalurkan dalam bentuk kredit ke pelaku usaha.

“Kami ingin memastikan bahwa likuiditas tidak hanya berhenti di sektor keuangan. Ia harus bergerak dan menciptakan efek berganda di sektor riil — menciptakan lapangan kerja, mendorong produksi, dan meningkatkan daya beli masyarakat,” tambah Purbaya.

Dalam mekanisme ini, bank penerima diwajibkan menyalurkan minimal 70 persen dari dana yang diterima ke sektor-sektor yang telah ditetapkan pemerintah, dengan prioritas pada pembiayaan UMKM, industri lokal, serta penguatan rantai pasok pangan.

Respons Pelaku Usaha dan Ekonom

Langkah pemerintah tersebut mendapat respons beragam dari kalangan pengusaha dan ekonom. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menilai suntikan likuiditas itu sebagai “oksigen segar” bagi pelaku usaha yang tengah menghadapi kendala pembiayaan.

“Dalam dua tahun terakhir, akses pembiayaan menjadi salah satu tantangan utama sektor usaha. Langkah ini memberikan ruang bagi dunia usaha untuk bergerak lebih cepat menjelang akhir tahun,” ujar Arsjad.

Namun, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor produktif secara tepat waktu dan tepat sasaran.

Ekonom senior Universitas Gadjah Mada, Dr. Dendy Kurniawan, menilai bahwa perbankan cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit di tengah kondisi global yang masih bergejolak.

“Jika dana hanya mengendap di perbankan tanpa terserap oleh pelaku usaha, efeknya ke pertumbuhan ekonomi akan terbatas. Pemerintah harus memastikan insentif penyaluran kredit berjalan dengan baik,” ujar Dendy.

Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap penggunaan dana agar tidak dialihkan ke investasi non-produktif seperti pasar surat berharga jangka pendek.

Kondisi Ekonomi Global Masih Menantang

Optimisme pemerintah datang di tengah situasi global yang belum sepenuhnya stabil. Ketidakpastian geopolitik, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan fluktuasi harga komoditas masih menjadi faktor penekan terhadap ekspor Indonesia.

Selain itu, kebijakan suku bunga tinggi di Amerika Serikat masih menahan arus modal asing masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kendati demikian, Menkeu Purbaya menilai bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Inflasi terkendali di kisaran 2,8 persen, nilai tukar rupiah stabil di sekitar Rp 15.600 per dolar AS, dan cadangan devisa mencapai posisi aman di atas 140 miliar dolar AS.

“Kita punya fondasi ekonomi yang sehat. Kuncinya sekarang adalah memastikan bahwa uang yang beredar benar-benar bekerja untuk rakyat,” tegasnya.

Efek Terhadap Pasar dan Konsumsi

Pasar finansial merespons positif langkah tersebut. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (11/10) ditutup menguat 0,9 persen ke level 7.280, sementara nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar AS.

Pelaku pasar menilai kebijakan likuiditas pemerintah sebagai sinyal kuat bahwa otoritas fiskal dan moneter akan menjaga stabilitas hingga akhir tahun.

Sementara itu, sektor konsumsi diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan meningkatnya peredaran dana dan turunnya suku bunga kredit UMKM, daya beli masyarakat diharapkan meningkat pada kuartal IV — terutama menjelang momentum akhir tahun dan libur panjang Natal.

Tantangan Implementasi dan Pengawasan

Meski prospeknya positif, sejumlah pihak menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kebijakan likuiditas ini. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian bank masih enggan menyalurkan kredit ke sektor berisiko tinggi seperti pertanian, perikanan, dan UMKM mikro.

Direktur Lembaga Riset Ekonomi Narasi, Yunita Anindya, menilai pemerintah harus menyiapkan sistem pemantauan real-time terhadap distribusi dana.

“Transparansi dan akuntabilitas mutlak diperlukan agar publik tahu ke mana uang negara mengalir. Jika dikelola dengan disiplin, kebijakan ini bisa menjadi model baru dalam menjaga pertumbuhan sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap fiskal nasional,” ujarnya.

Penutup: Antara Harapan dan Kewaspadaan

Dengan target pertumbuhan 6 persen, pemerintah menaruh harapan besar pada peran sektor keuangan dalam menggerakkan roda ekonomi. Namun, di balik optimisme itu, terdapat tanggung jawab besar untuk memastikan setiap rupiah yang digelontorkan mampu menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.

Bagi sebagian pelaku usaha, kebijakan ini ibarat peluang kedua setelah masa sulit pandemi dan tekanan global. Bagi pemerintah, ini adalah ujian kredibilitas kebijakan fiskal dan koordinasi lintas sektor.

Apabila momentum ini dapat dijaga hingga akhir tahun, Indonesia berpeluang menutup 2025 dengan catatan positif — tidak hanya dari sisi pertumbuhan angka, tetapi juga dalam memperkuat fondasi ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Oleh : Redaksi

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *